Sumutcyber.com, Sragen – Lima organisasi profesi kesehatan Sragen Kota menyatakan sikap menolak RUU Kesehatan (Omnibus Law) masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) 2023.

"Tolak RUU Kesehatan Omnibus Law"

Lima organisasi tersebut adalah Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).

Penolakan ini dilatarbelakangi karena RUU Kesehatan tidak melibatkan organisasi profesi dalam rekomendasi praktek keprofesian di suatu wilayah, dalam artian RUU Kesehatan menghapus UU Profesi.

Ketua IDI Cabang Sragen dr. Ery Suhaymi menjelaskan, lima organisasi profesi kesehatan menilai undang-undang yang mengatur tentang profesi kesehatan yang sudah ada saat ini berjalan dengan baik dalam menjamin praktik dari tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya.

“Harus dipastikan kompetensi dan kewenangannya agar keselamatan pasien dapat tetap dijaga serta mengedepankan kepentingan masyarakat untuk itu kami menolak RUU Kesehatan (Omnibus Law) masuk dalam program Legisalasi Nasional (Prolegnas) tahun 2023,” tegas dr. Ery Suhaymi saat temu pers di Sragen, Kamis (10/11/2022).

Hadir juga dalam kesempatan itu, Ketua PPNI Sragen Kota Jefri Banjarnahor, Ketua IAI Cabang Sragen Hary Ronaldo Tanjung, Sekretaris PDGI Sragen drg. Muhammad Irvan Rizky, Ketua IBI Sragen Rohma Sitanggang, Sekretaris IDI Cabang Sragen dr. Galdi Walfi, M.Ked(An),Sp.An dan lainnya.

Ery juga menyebutkan, dalam menjamin praktik dari tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya harus dipastikan kompetensi dan kewenangannya agar keselamatan pasien tetap dijaga.

“Untuk itu, keberadaan organisasi profesi beserta seluruh perangkatnya yang memiliki kewenangan dalam menetapkan kompetensi profesi kesehatan, seharusnya tetap dilibatkan oleh pemerintah dalam merekomendasikan praktik keprofesian disuatu wilayah,” imbuhnya.

Sementara itu, Ketua PPNI Sragen Kota Jefri Banjarnahor juga menyesalkan RUU Kesehatan tidak melibatkan organisasi profesi kesehatan. “Kenapa mengambil suatu kebijakan tanpa melibatkan organisasi profesi dalam membentuk RUU Kesehatan. Kita ketahui bersama organisasi profesi itu cabang ilmunya berbeda – beda. Kenapa mereka itu meramu menjadi satu? Ini menjadi pertanyaan besar bagi kita dan menjadi acuan kita untuk menolak RUU Kesehatan tersebut,” ungkapnya.

Dia juga menilai, UU 38 tahun 2014 tentang Keperawatan selama ini sudah menjadi landasan yang kuat bagi perawat. “Semasa Pandemi Covid-19 ini kita sudah berjuang bagaimana melewati masa itu, tiba-tiba Omnibus Law buat UU tanpa melibatkan kita? Untuk itu sekitar 10 ribu perawat di Sragen Kota menolak RUU Kesehatan tersebut,” imbuhnya.

Sedangkan Ketua IAI Cabang Sragen Hary Ronaldo Tanjung juga menilai RUU Kesehatan belum terlalu urgensi karena selama ini belum ada masalah. “Selama ini dengan UU yang ada dan terhitung baru juga 2019, 2018 dan UU Kesehatan 2014 masih bisa menjadi landasan hukum untuk bidang kesehatan berpraktek. Jadi belum ada urgensi yang penting sehingga harus ada RUU Kesehatan tersebut,” imbuhnya.

Sekretaris PDGI Sragen drg. Muhammad Irvan Rizky mengapresiasi sikap penolakan RUU Kesehatan dari lima organisasi kesehatan.

“PDGI berpandangan bahwa RUU Kesehatan belum ada urgensinya sama sekali. Sebaiknya pemerintah fokus saja kepada hal-hal yang strategis, bagaimana sistem kesehatan ini mulai dari pendidikan hingga pelayanan kesehatan betul-betul dimaksimalkan. Kemudian, terkait dengan kondisi BPJS Kesehatan saat hari ini. Dalam beberapa tahun ini tidak ada peningkatan kapitasi dan tarif INA CBG’s. Belum lagi sektor kesehatan yang belum merata di daerah. Jadi kita minta pemerintah fokus aja ke situ, baru perbaikan UU,” imbuhnya.